Pembahasan tentang ibadah haji dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat al-Baqarah (ayat 158, 189, 196-203), Ali Imran (ayat 96-97), al-Ma’idah (1-2, 97) dan surat al-Hajj. Kita akan dapatkan bahwa Al-Qur’an lebih menekankan pada makna dan maqashid ibadah dari pada hukum-hukum fiqih yang biasa kita temukan dalam kitab-kitab fiqh. Bukan hal yang aneh apabila pembahasan tentang haji dalam Al-Qur’an jauh lebih “hidup” dari pada gaya pembahasan para ahli fiqih. Bukan karena pembahasan kitab-kita fiqh tersebut salah atau melenceng, tetapi perhatian para ahli fiqh terfokus pada hukum-hukum fiqh yang juga bersumber dari Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Dan hal ini sebenarnya menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an yang membuktikan bagaimanapun usaha manusia menerjemahkan ajaran Al-Qur’an, tetap saja manusia belum sampai mencapai ketinggian ajaran Al-Qur’an. Retorika Al-Qur’an dalam merangkum berbagai makna penting tidak sanggup dicapai oleh kemampuan retorika manusia, walaupun bahasa Al-Qur’an adalah bahasa yang dipakai manusia, walaupun tema-tema Al-Qur’an bukanlah tema-tema yang tidak mampu dipahami manusia.
Sangat penting bagi setiap muslim untuk berinteraksi langsung dengan Al-Qur’an, untuk dapat memahami secara persis apa yang sebenarnya diinginkan Allah dari ibadah kita secara umum. Allah menginginkan hamba-Nya beraudiensi langsung dengan-Nya tanpa perantara.
Dalil-dalil tentang Haji yang terdapat di Al-Qur'an
1. Al-Baqarah: 196-197
a. Ayat dan Terjemahan
Artinya :
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu1 yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihan. Jika ada di antara kamu yang sakit, atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa dalam tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh hari setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh hari. Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidil Haram. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya (196). (Musim) haji itu (pada) bulan- bulan yang telah dimaklumi2. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah ia berkata rafats3, berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.”(197)4
b. Asbabun Nuzul
Sebab turunnya atau asbabun nuzul dari surat Al-Baqarah ayat 196 adalah dari berbagai macam peristiwa, yaitu sebagai berikut :
1) Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian za‟faran menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?”. Maka, turunlah ayat,…wa atimmul hajja wal „umrata lillah… (…dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah…). Kemudian Rasulullah bertanya: “Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?” Orang itu menjawab: “Saya, ya Rasulullah”. Selanjutnya Rasulullah bersabda : “Tinggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kamu kerjakan pada waktu haji.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah).
2) Ketika Ka‟ab bin „Ujrah ditanya tentang firman Allah,… fa fidyatun min shiyaamin au shadaqatin au nusuk… (…maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu : puasa atau bersedekah atau berkurban…). Ia bercerita sebagai berikut: “Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan muka saya bertebaran kutu. Ketika itu, Rasulullah saw melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah ayat tersebut, walaupun khusus tentang aku, tapi berlaku untuk semua orang. Rasulullah bertanya: “Apakah kamu punya biri-biri untuk fidyah?” Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Kemudian Rasulullah bersabda: “berpuasalah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin, tiap orang setengah sha‟ (satu setengah liter) makanan, dan bercukurlah.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ka‟ab bin „Ujrah).
2. Ali-Imran: 96-97
a. Ayat dan Terjemahannya
Artinya :
“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh (96). Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (diantaranya) makam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam (97)”
b. Asbabun Nuzul
Dari beberapa referensi yang ada, asbabun nuzul dari surah Ali-Imran ayat 96 tidak ditemukan. Namun, ada riwayat yang menyatakan ayat yang berbunyi “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah),”turun untuk membantah pendapat Ahli Kitab yang menyatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah menurunkan ayat ini.13
Sedang asbabun nuzul dari ayat selanjutnya yaitu ayat 97 dari surah Ali-Imran, dalam suatu riwayat dikemukakan oleh Sa‟id bin Manshur yang bersumber dari „Ikrimah, ketika turun surah Ali-Imran ayat 85, berkatalah kaum Yahudi: “Sebenarnya kami ini muslim.” Bersabdalah Rasulullah saw kepada mereka: “Allah telah mewajibkan atas kaum muslimin naik haji ke Baitullah.” Mereka berkata: “(Ibadah haji) tidak diwajibkan kepada kami.” Mereka menolak menjalankan ibadah haji. Maka turunlah ayat 97 dari surah Ali-Imran ini yang menegaskan kewajiban haji bagi seorang muslim, sedang yang menolak melaksanakannya adalah kafir.14
Sangat penting bagi setiap muslim untuk berinteraksi langsung dengan Al-Qur’an, untuk dapat memahami secara persis apa yang sebenarnya diinginkan Allah dari ibadah kita secara umum. Allah menginginkan hamba-Nya beraudiensi langsung dengan-Nya tanpa perantara.
Dalil-dalil tentang Haji yang terdapat di Al-Qur'an
1. Al-Baqarah: 196-197
a. Ayat dan Terjemahan
Artinya :
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu1 yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihan. Jika ada di antara kamu yang sakit, atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa dalam tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh hari setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh hari. Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidil Haram. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya (196). (Musim) haji itu (pada) bulan- bulan yang telah dimaklumi2. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah ia berkata rafats3, berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.”(197)4
b. Asbabun Nuzul
Sebab turunnya atau asbabun nuzul dari surat Al-Baqarah ayat 196 adalah dari berbagai macam peristiwa, yaitu sebagai berikut :
1) Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian za‟faran menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?”. Maka, turunlah ayat,…wa atimmul hajja wal „umrata lillah… (…dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah…). Kemudian Rasulullah bertanya: “Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?” Orang itu menjawab: “Saya, ya Rasulullah”. Selanjutnya Rasulullah bersabda : “Tinggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kamu kerjakan pada waktu haji.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah).
2) Ketika Ka‟ab bin „Ujrah ditanya tentang firman Allah,… fa fidyatun min shiyaamin au shadaqatin au nusuk… (…maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu : puasa atau bersedekah atau berkurban…). Ia bercerita sebagai berikut: “Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan muka saya bertebaran kutu. Ketika itu, Rasulullah saw melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah ayat tersebut, walaupun khusus tentang aku, tapi berlaku untuk semua orang. Rasulullah bertanya: “Apakah kamu punya biri-biri untuk fidyah?” Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Kemudian Rasulullah bersabda: “berpuasalah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin, tiap orang setengah sha‟ (satu setengah liter) makanan, dan bercukurlah.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ka‟ab bin „Ujrah).
3) Ketika Rasulallah saw beserta para sahabat berada di Hudaibiyyah sedang berihram, kaum musyrikan melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang sahabat, yaitu Ka‟ab bin „Ujrah, kepalanya penuh dengan kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah lewat di depannya, dan melihat Ka‟ab kepayahan. Maka turunlah ayat,… fan man kaana minkum mariidhan au bihii adzan min ra‟sihi fa fidyatun min shiyamin au shadaqatin au nusuk… (jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: puasa, atau bersedekah atau berkurban…), lalu Rasulullah bertanya: “Apakah kutu-kutu itu mengganggu?” kemudian Rasulullah menyuruh agar ia bercukur dan membayar fidyah. (Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka‟ab).
Sedang bagi surah Al-Baqarah ayat 197, menurut suatu riwayat orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah ayat,… wa tazawwadu fa inna khairaz zaadi taqwa… (…berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…). (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan selainnya, yang bersumber dari Ibnu „Abbas).
Sedang bagi surah Al-Baqarah ayat 197, menurut suatu riwayat orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah ayat,… wa tazawwadu fa inna khairaz zaadi taqwa… (…berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…). (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan selainnya, yang bersumber dari Ibnu „Abbas).
2. Ali-Imran: 96-97
a. Ayat dan Terjemahannya
Artinya :
“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh (96). Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (diantaranya) makam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam (97)”
b. Asbabun Nuzul
Dari beberapa referensi yang ada, asbabun nuzul dari surah Ali-Imran ayat 96 tidak ditemukan. Namun, ada riwayat yang menyatakan ayat yang berbunyi “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah),”turun untuk membantah pendapat Ahli Kitab yang menyatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah menurunkan ayat ini.13
Sedang asbabun nuzul dari ayat selanjutnya yaitu ayat 97 dari surah Ali-Imran, dalam suatu riwayat dikemukakan oleh Sa‟id bin Manshur yang bersumber dari „Ikrimah, ketika turun surah Ali-Imran ayat 85, berkatalah kaum Yahudi: “Sebenarnya kami ini muslim.” Bersabdalah Rasulullah saw kepada mereka: “Allah telah mewajibkan atas kaum muslimin naik haji ke Baitullah.” Mereka berkata: “(Ibadah haji) tidak diwajibkan kepada kami.” Mereka menolak menjalankan ibadah haji. Maka turunlah ayat 97 dari surah Ali-Imran ini yang menegaskan kewajiban haji bagi seorang muslim, sedang yang menolak melaksanakannya adalah kafir.14